SNIPER86.COM, Agara - Awak media mencoba menghubungi Manajer PLN ULP Agara, Kamis 11 Juli 2024, pukul 09.41 Wib Via WhatsApp, bermaksud untuk lakukan konfirmasi langsung perihal kompensasi penggunaan lahan warga terhadap pendirian tiang listrik di Kabupaten Aceh Tenggara.
Namun pada Pukul 09.52 Wib, Manajer PLN ULP menjawab dan mengatakan dirinya saat ini sedang zoom, kemudian dilanjutkan dengan mengatakan "silahkan datang ke kantor aja".
Setibanya dikantor disambut baik oleh security dan memberitahu, bahwa Manajer sedang berada di lapangan untuk persiapan PON, oleh karena itu diwakilkan kepada salah seorang staff di Kantor PLN ULP Kutacane.
Awak media menanyakan perihal ganti rugi atau kompensasi sesuai dengan amanat undang-undang apakah sudah dilaksanakan dengan baik. Staff itu menjawab, atas nama manajer mengatakan bahwa hal itu bukan kewenangan ULP Kutacane, melainkan kewenangan Kantor PLN yang ada di Langsa.
Merasa belum puas dengan jawaban tersebut, awak media melanjutkan via WhatsApp kepada Manajer PLN tersebut, guna mencari tau kebenaran dari yang disampaikan oleh salat satu staf di PLN ULP Kutacane.
Namun anehnya, Manajer PLN ULP Kutacane bukannya menjawab pertanyaan dari wartawan, malah mempertanyakan Id Card dan Surat Tugas Wartawan. "Mohon maaf pak adakah surat tugas dan id card nya?," tanya Manajer PLN itu.
Sudah barang tentu wartawan memiliki Id Card dan Surat Tugas dalam membekali dirinya mengkonfirmasi maupun melakukan peliputan jurnalistik. Sehingga, hal ini menjadi dasar kecurigaan seolah ada yang ditutupi, padahal awak media hanya sebatas konfirmasi, namun kejadian ini dapat dinilai seperti bermain-main kucing-kucingan.
Perlu kita sadari, bahwa tiap ruang di Aceh Tenggara tak luput dari pendirian tiang listrik dan banyak menggunakan lahan milik warga, bahkan sebagian tepat berada di halaman rumah warga, hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi masyarakat umum dan mewujudkan Indonesia terang. Namun disisi lain juga berpotensi menimbulkan hak yang tak diinginkan oleh warga, semisalnya korsleting listrik mengakibatkan kebakaran dan bahaya tersetrum listrik dengan tegangan tinggi.
Oleh karena itu, pemerintah melahirkan kebijakan berupa UU No 30 Tahun 2009 yang mengatur tentang ketenagalistrikan. Sesuai dengan Undang-undang tersebut, tertera pada Pasal 30 ayat 1 "Penggunaan tanah oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan dengan memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan dan tanaman, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Publik bertanya, khususnya masyarakat Aceh Tenggara, karena merasa selama ini belum pernah menerima sepeserpun dari PLN menurut undang-undang itu.*(Dalisi)