• Pencarian

    Copyright © sniper86.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Apresiasi Terhadap Penyelengaraan Haji Indonesia Tahun 1445 H : Keberanian Normatif dan Inovasi Kebijakan

    Jumat, 21 Juni 2024, 9:25:00 AM WIB Last Updated 2024-06-21T02:28:43Z

    Teks Foto : Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, Dr. Syafruddin Syam, M.Ag.


    SNIPER86.COM, Medan - Menyikapi perhelatan pelaksanaan ibadah haji 1445 H/2024 M, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, Dr. Syafruddin Syam, M.Ag., menjelaskan, bahwa pelaksanaan ibadah haji tidak hanya persoalan ibadah ritual semata, namun juga harus didukung dengan tata kelola penyelenggaraan ibadah yang kredibel, profesional dan humanis. 


    Komitmen ini menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh Kementerian Agama RI tahun 1445 H/2024 M. Para jamaah haji merasakan suasana yang nyaman dan penuh khidmat. Keragaman budaya, ilmu pengetahuan dan kondisi kesehatan para jamaah menjadi pertimbangan, untuk mengintegrasikan pola kebijakan yang strategis dalam menerapkan langkah-langkah penyelenggaraan haji di Indonesia. Hal ini menjadi bingkai kearifan negara yang dilaksanakan setiap tahunnya, terlebih pada tahun belakangan ini.


    Salah satu langkah maju yang layak diapresiasi adalah kebijakan pembaharuan yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI dari sektor normatifitas haji tahun ini, yaitu kebijakan Murur di 3 lokasi Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina). 


    Beberapa persolan yang mendasari ijthadnya di antaranya, pertama dari sektor studi lokasi. Secara faktual, lokasi mabit cukup sempit, dengan alam yang terbuka (tanpa tenda), serta adanya pembangunan sarana toilet dengan jumlah yang banyak di area Muzdalifah serta pemindahan 27.000 jamaah haji yang selama ini mabitnya di Mina Jadid, mengakibatkan banyaknya jamaah haji yang rentan sakit terlebih bagi para lansia. 


    Kedua, waktu pergerakan jamaah haji di Muzdalifah sangat pendek, yaitu dari Arafah menuju Muzdalifah lewat tengah malam, hingga terjadi penumpukan. Ketiga, posisi muzdalifah yang berada antara Arafah dan Mina menyebabkan arus lalu lintas rawan akan kemacetan.


    Dari problematika di atas, pada akhirnya Kementerian Agama RI mengambil kebijakan Murur, yaitu mabit atau bermalam yang dilakukan hanya dengan cara melintas di Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan, selanjutnya bus membawa jamaah haji menuju tenda Mina. Skema ini diterapkan sebagai upaya menjaga keselamatan jiwa jamaah haji atas potensi kepadatan di tengah terbatasnya di Area Muzdalifah.


    Dari sisi kaidah dalam hukum Islam, juga dikenal adanya ruang pleksibelitas hukum jika ditemukan kondisi yang menyempitkan atau menyulitkan (idza dhaqa ittasa’a, jika terjadi keadaan yang sempit maka akan terbuka ruang luas untuk alternatif lainnya). Meskipun demikian, Kementerian Agama menjadikan fatwa ulama sebagai rujukan dalam memutuskan kebijakannya, seperti yang tertuang dalam Ijtima’ ulama Indonesia tahun 2024. 


    Dalam hasil ijtima’ ulama komisi fatwa se Indonesia tersebut menyatakan bahwa, jika muru (melintas) di Muzdalifah dilakukan selepas tengah malam denga cara melewati dan berhenti sejenak di kawasan Muzdalifah, maka sudah sah dan dihitung mabit. Meskipun tanpa turun dari kenderaan dan tidak diwajibkan membayar dam. Pendasaran filosoifis dan yuridis serta sosiologis dari kebijakan Kemenag RI saat in, merupakan hal yang patut diapresiasi sebagai langkah maju dalam pembaharuan hukum dan inovasi kebijakan.


    Disamping penguatan kebijakan normatif, Kemenag RI juga melakukan inovasi layanan haji lewat aplikasi pengaduan digital haji di Indonesia. Dalam pelaksanaan ibadah haji, tentu akan ditemukan banyak persoalan dan kendala baik dari sisi teknis ritualitas maupun dukungan layanan ibadah haji. 


    Karenanya, kehadiran aplikasi pengaduan digital haji tahun ini sangat membantu dalam mempercepat akses informasi berikut langkah-langkah penyelesaiannya. Efisiensi layanan dari manual ke digital ini akan menumbuhkah rasa kepercayaan publik terhadap pemerintah.


    Kesiapan dan integritas para petugas haji yang mendampingi para jamaah haji membuat jamaah mendapatkan rasa nyaman, apalagi di saat cuaca yang mencapai 48 derajat celcius membuat jamaah benar-benar membutuhkan pendampingan yang prima. Kesigapan dan kecekatan para petugas membuat pelaksanaan ibadah haji tahun ini terasa nyaman penuh keteladanan.


    Prestasi penyelenggaraan haji tahun ini semoga menjadi satu model baik yang dapat dipertahankan, dan tentunya semakin ditingkatkan. Hingga para jamaah haji membawa kenangan tidak hanya dari sisi ritualnya saja, namun juga kebersamaan yang indah bersama tim penyelenggara yang amanah dan profesional.*(R - 1)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini